TUGAS INDIVIDU
6 MITOS DALAM PEMBELAJARAN
KOLABORATIF
(JOHNSON AND JOHNSON,1984:73)
DOSEN : Prof.DR,Ungsi. A.O.M,M.Pd
DISUSUN OLEH :
JUMIATI
PROGRAM STUDI
TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011
6
mitos dalam pembelajaran kolaboratif (Johnson and Johnson,1984:73)
1.Sekolah
Harus Menekankan Persaingan
“Dalam sebuah artikelnya Ted Panitz (1996) menjelaskan bahwa pembelajaran kolaboratif adalah
suatu filsafat personal, bukan sekadar teknik pembelajaran di kelas.
Menurutnya, kolaborasi adalah filsafat interaksi dan gaya hidup yang menjadikan
kerjasama sebagai suatu struktur interaksi yang dirancang sedemikian rupa guna
memudahkan usaha kolektif untuk mencapai tujuan bersama”.Dari kutipan diatas
dapat kita simpulkan bahwa pembelajaran kolaboratif adalah belajar secara
bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama,jadi jelas bahwa belajar
kolaboratif tidak menekankan persaingan
tapi lebih menekankan pada pencapaian tujuan bersama.sebagai contoh sebuah
kelompok belajar didalam kelas diberi tugas membuat ringkasan,disini guru tidak
menilai ringkasan kelompok mana yang paling baik tapi guru mengharapkan setiap
kelompok bisa membuat ringkasan sesuai waktu yang sudah ditentukan,inilah
sebagai tujuan.
2.Siswa
Yang Berkemampuan Dibebani Dengan Bekerja Dalam Kelompok Belajar Yang Hetergen
Pada segala situasi, ketika sejumlah orang
berada dalam suatu kelompok, kolaborasi merupakan suatu cara untuk berhubungan
dengan saling menghormati dan menghargai kemampuan dan sumbangan setiap anggota
kelompok. Di dalamnya terdapat pembagian kewenangan dan penerimaan tanggung
jawab di antara para anggota kelompok untuk melaksanakan tindakan kelompok. Para praktisi
pembelajaran kolaboratif memanfaatkan filsafat ini di kelas, dalam rapat-rapat
komite, dalam berbagai komunitas, dalam keluarga dan secara luas sebagai cara
hidup dengan dan dalam berhubungan dengan sesama. John Myers (1991)” merujuk pada kamus untuk menjelaskan
definisi collaborationyang
berasal dari akar kata Latin dengan makna yang menitikberatkan proses kerjasama”.Dari
yang disampaikan John Myers(1991) sudah tampak jelas bahwa pembelajaran
kolaboratif adalah proses belajar bersama dalam artian setiap individu
mempunyai kewenangan dan tanggung jawab melaksanakan setiap tugas yang
dibebankan pada setiap anggota kelompok.Dengan kata lain tidak ada siswa secara
individual yang akan terbebani dengan tugas yang diberikan guru. Menurut Johnsons (1974)”
Saling ketergantungan positif”. Dalam pembelajaran ini
setiap siswa harus merasa bahwa ia bergantung secara positif dan terikat dengan
antarsesama anggota kelompoknya dengan tanggung jawab: (1) menguasai bahan
pelajaran; dan (2) memastikan bahwa semua anggota kelompoknya pun menguasainya.
Mereka merasa tidak akan sukses bila siswa lain juga tidak sukses.
3.Setiap
Anggota Melakukan Tugas Dan Mendapatkan Nilai Yang Sama.
Menurut Johnsons (1974),” Interaksi langsung antarsiswa”. Hasil belajar yang terbaik
dapat diperoleh dengan adanya komunikasi verbal antarsiswa yang didukung oleh
saling ketergantungan positif. Siswa harus saling berhadapan dan saling
membantu dalam pencapaian tujuan belajar. Pertanggungajawaban individu. Agar dalam suatu
kelompok siswa dapat menyumbang, mendukung dan membantu satu sama lain, setiap
siswa dituntut harus menguasai materi yang dijadikan pokok bahasan. Dengan
demikian setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari pokok
bahasan dan bertanggung jawab pula terhadap hasil belajar kelompok.Keterampilan
berkolaborasi. Keterampilan sosial siswa sangat penting dalam pembelajaran.
Siswa dituntut mempunyai keterampilan berkolaborasi, sehingga dalam kelompok
tercipta interaksi yang dinamis untuk saling belajar dan membelajarkan sebagai
bagian dari proses belajar kolaboratif.Keefektifan proses kelompok.
Siswa memproses keefektifan kelompok belajarnya dengan cara menjelaskan
tindakan mana yang dapat menyumbang belajar dan mana yang tidak serta membuat
keputusan-keputusan tindakan yang dapat dilanjutkan atau yang perlu diubah. John Hopkins University,“Learning Together”. Dalam metode ini
kelompok-kelompok sekelas beranggotakan siswa-siswa yang beragam kemampuannya.
Tiap kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.
Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set lembar tugas. Penilaian
didasarkan pada hasil kerja kelompok
4.Nilai
Kelompok Dibagi Dengan Jumlah Anggota Kelompok
John Hopkins University“Setelah belajar
bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba dengan
anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Penilaian
didasarkan pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok”.Dari kutipan diatas
dapat disimpulkan bahwa nilai kelompok tidaklah dibagi dengan jumlah kelompok
tapi nilai kelompok diperoleh dari seberapa besar usaha kelompok untuk mendapat
nilai terbaik.
5.Pembelajaran
Kolaboratif Itu Mudah
Dapat direkonstruksi
unsur-unsur pembelajaran kolaboratif sebagai berikut: suatu filsafat
pengajaran, bukan serangkaian teknik untuk mengurangi tugas guru dan
mengalihkan tugas-tugasnya kepada para siswa. Hal terakhir ini perlu ditekankan
karena mungkin begitulah kesan banyak orang tentang pembelajaran kolaboratif.
Mereka merasa bahwa tidak ada yang dapat menandingi pembelajaran konvensional,
yang menempatkan guru sebagai satu-satunya pemegang otoritas pembelajaran di
kelasnya.
Meskipun demikian,
tidak ada maksud untuk meremehkan seluruh metode pembelajaran konvensional
(tradisional). Namun, pembelajaran konvensional kurang efektif untuk
menumbuhkembangkan minat belajar siswa terhadap bahan-bahan pembelajaran.
Mungkin saja para siswa mempelajari lebih banyak materi pelajaran dalam
pembelajaran konvensional, tetapi mungkin pula mereka akan segera melupakannya
jika tidak terinternalisasi dalam perubahan perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai yang dipelajari. Gagne (1992:6)”mengartikan pembelajaran bertolak Dari hakikat belajar sebagai berikut:
Perubahan perilaku manusia dan dalam kemampuan mereka untuk perilaku tertentumengambil tempat berikut pengalaman mereka dalam situasi indentifiable tertentu. Situasi ini merangsang individu sedemikian rupa untuk membawa tentang perubahan dalam perilaku. Proses yang membuat perubahan tersebut terjadi disebut belajar, dan situasiyang menentukan proses berlakunya disebut situasi belajar”.sDengan demikian, pembelajaran kolaboratif dapat didefinisikan sebagai filsafat pembelajaran yang memudahkan para siswa bekerjasama, saling membina, belajar dan berubah bersama, serta maju bersama pula. Inilah filsafat yang dibutuhkan dunia global saat ini. Bila orang-orang yang berbeda dapat belajar untuk bekerjasama di dalam kelas, di kemudian hari mereka lebih dapat diharapkan untuk menjadi warganegara yang lebih baik bagi bangsa dan negaranya, bahkan bagi seluruh dunia. Akan lebih mudah bagi mereka untuk berinteraksi secara positif dengan orang-orang yang berbeda pola pikirnya, bukan hanya dalam skala lokal, melainkan juga dalam skala nasional bahkan mondial.
Perubahan perilaku manusia dan dalam kemampuan mereka untuk perilaku tertentumengambil tempat berikut pengalaman mereka dalam situasi indentifiable tertentu. Situasi ini merangsang individu sedemikian rupa untuk membawa tentang perubahan dalam perilaku. Proses yang membuat perubahan tersebut terjadi disebut belajar, dan situasiyang menentukan proses berlakunya disebut situasi belajar”.sDengan demikian, pembelajaran kolaboratif dapat didefinisikan sebagai filsafat pembelajaran yang memudahkan para siswa bekerjasama, saling membina, belajar dan berubah bersama, serta maju bersama pula. Inilah filsafat yang dibutuhkan dunia global saat ini. Bila orang-orang yang berbeda dapat belajar untuk bekerjasama di dalam kelas, di kemudian hari mereka lebih dapat diharapkan untuk menjadi warganegara yang lebih baik bagi bangsa dan negaranya, bahkan bagi seluruh dunia. Akan lebih mudah bagi mereka untuk berinteraksi secara positif dengan orang-orang yang berbeda pola pikirnya, bukan hanya dalam skala lokal, melainkan juga dalam skala nasional bahkan mondial.
Jelaslah bahwa pembelajaran kolaboratif lebih
daripada sekadar kooperatif. Jika pembelajaran kooperatif merupakan teknik
untuk mencapai hasil tertentu secara lebih cepat, lebih baik, setiap orang
mengerjakan bagian yang lebih sedikit dibandingkan jika semua dikerjakannya
sendiri, maka pembelajaran kolaboratif mencakup keseluruhan proses
pembelajaran, siswa saling mengajar sesamanya. Bahkan bukan tidak mungkin, ada
kalanya siswa mengajar gurunya juga.
Pembelajaran kolaboratif memudahkan para siswa
belajar dan bekerja bersama, saling menyumbangkan pemikiran dan bertanggung
jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara kelompok maupun individu.Dari uraian diatas
dapat kita simpulkan bahwa pembelajaran kolaboratif tidaklah mudah.
6.Sekolah
Dapat Berubah Dalam Sekejap
Sekolah dapat dipandang sebagai “masyarakat
mini”, tempat para siswa belajar mengaktualisasikan diri dalam interaksi dengan
lingkungan sosialnya. Lebih kecil lagi, dalam kegiatan belajar mengajar,
lingkungan kelas pun merupakan settingsosial untuk mendukung
konstruksi pengetahuan, sebagaimana dikatakan Waras(1997): “Lingkungan belajar juga mencakup organisasi
sosial dan interaksi antara siswa-guru dan siswa-siswa.”
Mengutip pandangan Driver dan Leach (1993)
serta Connor (1990), Waras (1997) merinci
karakteristik lingkungan kelas yang berperspektif konstruktivis antara lain
sebagai berikut:
- siswa tidak dipandang secara pasif, tetapi aktif untuk belajar mereka sendiri – mereka membawa konsepsi mereka ke dalam situasi belajar;
- belajar mengutamakan proses aktif siswa mengkonstruksi makna, dan acapkali dengan melalui negosiasi interpersonal;
- pengetahuan tidak bersifat “out there”, tetapi terkonstruk secara personal dan secara sosial;
- guru juga membawa konsepsi mereka ke dalam situasi belajar, tidak hanya dalam hal pengetahuan mereka, tetapi juga pandangan mereka terhadap belajar dan mengajar yang dapat memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan siswa di dalam kelas;
- pengajaran bukan mentransmisi pengetahuan tetapi mencakup organisasi situasi di dalam kelas dan desain tugas yang memudahkan siswa menemukan makna; dan
- kurikulum bukan sesuatu yang perlu dipelajari tetapi program-program tugas belajar, bahan-bahan, sumber-sumber lain, dan wacana dari mana siswa mengkonstruk pengetahuan mereka.
Demikianlah dalam pembelajaran kolaboratif
diciptakan lingkungan sosial yang kondusif untuk terlaksananya interaksi yang
memadukan segenap kemauan dan kemampuan belajar siswa. Lingkungan yang dibentuk
berupa kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari empat atau lima siswa pada
setiap kelas dengan anggota-anggota kelompok yang sedapat mungkin tidak
bersifat homogen. Artinya, anggota-anggota suatu kelompok diupayakan terdiri
dari siswa laki-laki dan perempuan, siswa yang relatif aktif dan yang kurang
aktif, siswa yang relatif pintar dan yang kurang pintar. Dengan komposisi
sedemikian itu dapat diharapkan terlaksananya peran tutorbeserta tutee antarteman
dalam setiap kelompok.Setiap kelompok bersifat heterogen jadi akan membutuhkan
proses penyatuan pemahaman yang lama.Sekolah memberikan kebebasnan kepada guru
untuk meggunakan metode pembelajaran kolaboratif sehingga tercapai apa yang
diharapkan yaitu perubahan prestasi sekolah.Namun,hal ini tidak lah mudah,ini
membutuhkan proses baik siswa,guru maupun sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar